Sabtu, 29 Desember 2007 |
PEMIMPIN DAN PEMIMPI |
OLEH: RAFKI RS, SE. MM
Gederang itu akhirnya di tabuh juga. Genderang yang bunyinya selama ini dinantikan, untuk mewujudkan keinginan mendapatkan seorang kepala daerah sekaligus seorang pemimpin baru untuk negeri ini. Seorang pemimpin yang diharapkan mampu menghembuskan angin perubahan dan perbaikan menyeluruh yang kontinu. Seorang pemimpin yang menjadi mimpi bagi seluruh masyarakat Bandar Dunia yang Madani ini. Seorang pemimpin dari daerah yang memiliki moto indah, yang mungkin juga dilahirkan melalui mimpi dari pemimpin terdahulu. Pemimpin dan pemimpi, yang merupakan dua kata yang hampir sama, yang hanya dibedakan oleh huruf sebuah ‘n’.
Pemimpin Hampir setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki karunia yang dianugrahi oleh Sang Maha Pencipta, yaitu jiwa kepemimpinan. Namun, ada manusia yang berusaha menggali potensi kepemimpinannya dan ada pula manusia yang abai dengan potensi tersebut. Manusia-manusia yang peduli dengan anugrah ini selalu berusaha sepanjang waktu untuk mengasah dan menjaga jiwa kepemimpinan yang dimilikinya. Dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership,” John C. Maxwell dengan tegas mengatakan bahwa salah satu hukum kepemimpinan sejati itu adalah ‘hukum proses’. Dimana, pemimpin itu tidak lahir dalam satu hari, melainkan butuh hari-hari panjang yang kadang menyenangkan namun tidak jarang pula terkadang sangat menyakitkan untuk membentuk jiwa kepemimpinan itu. Seperti menumpuk harta dalam berinvestasi, jiwa pemimpin hadir dari akumulasi usaha memupuk jiwa kepemimpinan itu seiring berjalannya waktu.
Presiden Roosevelt salah seorang pemimpin kesohor Amerika Serikat dikenal sebagai seorang pemimpin yang tangguh, baik secara jasmani maupun rohani. Namun, pada mulanya Ia tidak demikian. Ketika masih kecil, Roosevelt adalah seorang lemah yang sering sakit-sakitan. Ia mengidap asma, penglihatannya kurang baik, dan luar biasa kurus kering. Orang tuanya tidak tahu pasti apakah Ia akan bertahan hidup atau tidak. Namun, menyadari kelemahannya, Roosevelt berusaha mengatasi itu semua dengan usaha yang pantang menyerah. Ia berolahraga dengan barbel, mendaki gunung, main Ice-skating, berburu, mendayung, naik kuda, dan bertinju. Untuk mengasah otaknya dia selalu membaca dan terinspirasi oleh kisah-kisah para pemimpin terdahulu yang tidak kenal takut dan berdiri teguh di dunia ini.
Kepemimpinan Soekarno, pemimpin besar bangsa ini lahir melalui penderitaan yang panjang. Dibuang dan diasingkan kian kemari, tidak membuat otaknya mati untuk terus menerus berfikir dan memupuk kemampuan kepemimpinannya. Akhirnya setelah begitu lama menunggu, dengan berani dia memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini dengan segala konskwensi buruk yang akan diterimanya. Proklamasi yang dilakukan Soekarno tersebut merupakan awal dari lahirnya bangsa besar ini.
Bahkan, seorang pemimpin yang diakui paling berpengaruh dan paling besar dunia ini, Muhammad SAW, tidak hadir begitu saja sebagai seorang pemimpin. Beliau baru diangkat menjadi pemimpin setelah melewati ujian dan cobaan yang begitu berat yang tidak akan sanggup dilewati oleh orang biasa. Agama Islam pun mengajarkan bahwa pemimpin itu baru bisa diangkat menjadi pemimpin ketika Ia betul-betul siap luar-dalam. Terbukti dengan baru diangkatnya Muhammad SAW menjadi rasul ketika sudah melewati usia empat puluh tahun. Seorang pemimpin sejati merupakan orang yang memiliki kelebihan dibanding para pengikutnya. Seorang pemimpin itu haruslah lebih kuat secara jasmani dan rohani dibanding pengikutnya. Seorang pemimpin itu haruslah memiliki visi yang jauh melampaui visi semua pengikutnya. Pemimpin itu haruslah memiliki kemampuan ‘navigasi’ untuk mengendalikan bahtera kapal yang dibawanya ke arah yang benar dan membawa kemaslahatan bagi semua pengikutnya. Seorang pemimpin adalah seorang pemecah masalah (problem solver), bukan seorang pembuat masalah (problem maker). Seorang pemimpin harus bisa meyakinkan orang lain untuk bisa percaya kepadanya sebelum orang percaya kepada vis dan misinya. Seorang pemimpin adalah orang yang mau berkubang lumpur dan mau bermandi keringat untuk memperjuangkan kemenangan para pengikutnya (baca: siap berkorban). Dan akhirnya seorang pemimpin adalah seorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk melakukan hal-hal berat yang sebelumnya kelihatan tidak mungkin untuk dilakukan (motivator).
Pemimpi Ketika masih kecil, kita seringkali diingatkan oleh orang tua dan orang-orang terdekat kita untuk tidak bermimpi terlalu muluk, agar tidak kecewa nantinya. Peringatan-peringatan ini, disadari atau tidak telah membuat kita kehilangan daya kreativitas dan kemampuan untuk bisa melihat jauh ke depan. Sayangnya, masih banyak berkembang image di masyarakat kita bahkan sampai saat ini bahwa jika kita menjadi seorang pemimpi (baca: pengkhayal) dalam hidup ini, cuma akan membawa kita pada kekecewaan-kekecewaan yang sangat menyakitkan hati.
Penemuan-penemuan besar di dunia ini dilahirkan dari mimpi-mimpi dan khayalan para penemunya, yang pada zamannya terlihat seperti sebuah kemustahilan yang hanya akan membawa kepada kegilaan berfikir. Namun, apa yang dulunya terlihat seperti mimpi, hari ini hadir ke tengah-tengah kita dalam bentuk kenyataan yang biasa-biasa saja. Sebut saja, pesawat terbang, bola lampu, televisi, radio, handphone, komputer, dan segala macamnya yang saat ini bukan lagi suatu kemustahilan.
Para pemimpin besar di dunia ini juga merupakan sederetan para pemimpi. Sebut saja Alexander yang Agung, Napolleon, Adolf Hittler, Lenin, Abraham Lincoln, Kennedy, dan Soekarno adalah orang-orang yang berani bermimpi besar dan berani mewujudkannya. Walaupun dibayang-bayangi oleh kegagalan bahkan kematian para pemimpin besar ini tidak pernah takut untuk mengkomunikasikan ide dan gagasan besarnya dengan para pengikutnya, dan membawa mereka untuk mengikuti dan mendukung ide tersebut.
Pemimpin yang diharapkan di Batam saat ini, juga adalah para pemimpin yang berani bermimpi lebih besar dibanding keseluruhan masyarakat. Minimal, dengan bermimpi para pemimpin ini memiliki arah dan tujuan yang jelas untuk melabuhkan kapal yang sedang dinakhodainya. Mimpi-mimpi besar yang diwujudkan dalam ide dan gagasan brilian, merupakan modal utama bagi para pemimpin Batam untuk membawa daerah ini ke arah kebaikan yang berkelanjutan. Namun, sebuah mimpi tanpa ada keinginan untuk mewujudkannya hanya akan menjadi suatu angan-angan yang akan membebani fikiran. Sebuah mimpi besar harus dikomunikasikan dengan orang sekitar untuk mencari dukungan mereka dalam mewujudkan mimpi tersebut. Inilah yang disebut dengan pemimpin brilian. Pemimpin yang mampu memotivasi dan menggerakkan orang lain untuk mengikutinya dalam mewujudkan semua impian besarnya. Adalah sebuah mimpi besar kiranya jika para pemimpin Batam terdahulu ingin menjadikan Batam menjadi Bandar Dunia yang Madani. Sebab, ditengah arus globalisasi yang tidak tertahankan yang begitu keras melanda Batam, moto tersebut terdengar seperti suatu hal yang mustahil (baca: mimpi). Di mana arus yang mengalir ke Batam tidak saja hanya arus ekonomi dan investasi, juga arus budaya dan tatanan sosial barat yang tidak bisa dicegah. Arus kebudayaan yang bisa membuat seluruh masyarakat Batam lupa akan jati dirinya sendiri. Dari hari ke hari kita melihat bahwa sikap individualistik perlahan namun pasti semakin berkembang di Batam. Semua orang berlomba menumpuk harta kekayaan tanpa peduli bahwa ada orang lain yang menderita dari tindakannya itu. Sikap materialistik buta yang telah membuat masyarakat lupa bahwa mereka berasal dari budaya luhur yang dilandasi sikap setia kawan dan gotong royong. Sehingga, sudah menjadi pandangan yang lazim terlihat, ketika ada orang yang hidup begitu mewah berdampingan dengan kebanyakkan orang yang selalu hidup kekurangan. Pandangan ini membuat penulis semakin tidak yakin bahwa moto besar untuk membawa Batam menjadi Bandar Dunia yang Madani akan bisa diwujudkan menjadi kenyataan, bukan hanya sebuah moto (baca: mimpi).
Untuk itu melalui tulisan ini penulis menitip pesan sederhana untuk para pemimpin Batam yang akan terpilih nantinya:
1. Jadilah Anda pemimpin yang berani memiliki mimpi-mimpi besar yang melebihi mimpi-mimpi para pengikut Anda. Hanya dengan ide dan gagasan besar para pemimpinnyalah sebuah kaum bisa maju.
2. Komunikasikan mimpi, ide, dan gagasan Anda itu dengan para pengikut Anda agar mereka mengetahui dan termotivasi untuk mendukung Anda dalam mewujudkannya. Ingat, ide dan gagasan itu harus dihadirkan ke dunia nyata, bukan hanya dihadirkan dalam fikiran Anda.
3. Sadarilah bahwa kepemimpinan itu tidak lahir dalam satu hari, namun lahir dari perjuangan panjang dan usaha yang tiada henti serta selalu dibayang-bayangi oleh kegagalan untuk bisa mendapatkannya. Belajarlah selalu untuk terus memupuknya sehingga terus terakumulasi menjadi jiwa yang senantiasa melekat di diri Anda.
4. Sadarilah bahwa ketika Anda terpilih, Anda adalah orang terkuat di negeri ini. Banyak orang yang menggantungkan harapan dan mimpi mereka di pundak Anda. Membawa beban harapan yang begitu banyak merupakan suatu beban yang sangat-sangat berat yang harus Anda pikul sambil sekaligus mensinkronkan mimpi Anda dengan mimpi-mimpi mereka. Untuk itu perkuat jasmani dan rohani Anda agar siap menanggung beban berat itu. Seorang bijak pernah mengatakan, tidak orang kuat dan pandai di dunia ini, yang ada adalah orang-orang yang terlatih.
5. Buatlah semua pengikut Anda percaya kepada Anda dengan selalu konsisten dengan program-program Anda. Jangan membuat kepercayaan mereka hilang ketika melihat bahwa program-program yang Anda sampaikan ketika kampanye hanyalah merupakan janji-janji muluk. Percayalah, masyarakat sudah terlalu muak dengan semua janji dan program-program besar yang tidak tahu arah juntrungannya. Percayalah kepemimpinan Anda tidak akan langgeng jika tidak di dukung oleh para pengikut Anda (baca: masyarakat luas).
6. Ingatlah bahwa ketika Anda menjadi pemimpin di negeri ini, bukanlah akhir dari semua pelajaran Anda tentang kepemimpinan. Itu barulah ujian awal dari apa yang Anda pelajari selama ini. Jika Anda lulus ujian itu maka Anda akan dicintai. Namun, jika Anda gagal, maka anda akan dicaci maki. Jangan pernah berhenti belajar walaupun Anda saat ini sudah jadi pemimpin yang sebenarnya.
7. Untuk yang terakhir dan yang terutama, ingatlah bahwa pemimpin yang terdahulu telah dengan susah payah meletakkan sendi-sendi kehidupan sosial luhur untuk kemajuan negeri ini. Batam Sebagai Bandar Dunia Yang Madani adalah moto untuk mencapai keluhuran itu. Jangan Anda jadikan moto itu hanya sebatas mimpi. Tugas besar Andalah untuk mewujudkannya menjadi kenyataan yang hakiki.
Akhirnya, siapapun yang menjadi pemimpin di daerah ini akan dihadapkan kepada tugas-tugas besar dan berat yang harus dipikulnya senantiasa. Beban itu akan semakin ringan jika dibagi dengan orang lain. Terbukalah selalu wahai para pemimpin. Jangan simpan ide dan gagasanmu hanya di dalam fikiranmu yang akhirnya hanya akan menjadi mimpi yang menghantuimu. Jadilah pemimpin yang sekaligus adalah pemimpi yang berani mewujudkan semua impiannya menjadi kenyataan. Semoga tulisan ini dapat sedikit memberi ide dan gagasan untuk para pemimpin masa depan ini.
SEBUAH CATATAN MENYAMBUT PILWAKO BATAMLabel: Opini |
posted by rafkirasyid @ 10.51   |
|
|
|
REFLEKSI EKONOMI PANCASILA DALAM KOPERASI INDONESIA |
OLEH: RAFKI RS, SE. MM
Datangnya peringatan hari Koperasi Indonesia selalu disambut dengan harapan baru untuk terwujudnya koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia yang dapat membawa kesejahteraan kepada masyarakat terutama masyarakat kecil. Namun, dari waktu ke waktu harapan itu terasa semakin jauh dari jangkauan. Di mana koperasi tidak seperti yang diharapkan, berkembang ke arah yang tidak diinginkan dan terus menerus mengalami kemunduran ditengah kebijakan pemerintah yang lebih fokus kepada pengembangan sektor usaha menengah dan besar. Koperasi seolah terabaikan ditengah setiap kebijakan pemerintah dalam menarik sebanyak-banyaknya investor asing untuk datang ke Indonesia. Ditengah pengaruh liberalisme yang semakin mengkristal, peran koperasi seakan terus menerus termarginalkan. Dengan begitu apa yang dicita-citakan oleh para pendiri negeri ini untuk menerapkan sistem ekonomi pancasila sebagai dasar perekonomian Indonesia terkesan hanya jadi konsep usang dalam kitab undang-undang saja.
Sistem Ekonomi Pancasila Dalam hal Pancasila sebagai suatu pandangan hidup maka sila-silanya merupakan sudut-sudut pandang atau aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
1). Ketuhanan Yang Maha Esa; merupakan aspek spiritual,
2). Kemanusiaan yang adil dan beradab; merupakan aspek kultural,
3). Persatuan Indonesia; merupakan aspek politikal,
4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; merupakan aspek sosial,
5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; merupakan aspek ekonomikal.
Kelima sila tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan tersusun secara hirarkis dan berjenjang yaitu sila pertama meliputi sila kedua, sila kedua meliputi sila ketiga, sila ketiga meliputi sila keempat dan sila keempat meliputi sila kelima. Atau sebaliknya dapat dikatakan sila kelima merupakan derivasi sila keempat, sila keempat merupakan derivasi sila ketiga, sila ketiga merupakan derivasi sila kedua dan sila kedua merupakan derivasi sila pertama (Prof. Dr. Notonegoro).
Dengan demikian maka ekonomi Pancasila telah mengandung seluruh nilai-nilai moral Pancasila dan mengacu pada seluruh aspek kehidupan sila-sila dari Pancasila. Sesuai gambar grafis superposisi pembagian kekuasaan antara negara dan rakyat tersebut diatas, maka ekonomi Pancasila mewujud dan terdiri atas 3 (tiga) pilar sub sistem, yaitu :
(1). pilar ekonomi negara yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan tugas negara dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, (negara kuat), dengan tugas pokok antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
(2). pilar ekonomi rakyat yang berbentuk koperasi (sharing antara negara dan rakyat) dan berfungsi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, (home front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kehidupan layak bagi seluruh anggotanya.
(3). pilar ekonomi swasta yang berfungsi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia (battle front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kemajuan usaha swasta yang memiliki daya kompetisi tinggi di dunia internasional. Pengertian kompetisi dalam moral Pancasila bukan dan tidak sama dengan free fight competition ala barat yang di dalamnya mengandung cara-cara yang boleh merugikan fihak lain (tujuan menghalalkan cara).
Hubungan dagang dalam sistem ekonomi Pancasila harus tetap dalam kerangka untuk menjalin tali silaturahmi yang selalu bernuansa saling kasih sayang dan saling menguntungkan, menghindarkan kemuspraan (kesia-siaan).
Pola pengelolaan dari masing-masing pilar ekonomi tersebut berbeda dan membutuhkan kemampuan para pelaksana secara profesional agar hasilnya menjadi optimal sesuai dengan kebutuhan, tetapi tetap mendasarkan kerjanya pada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pada masing-masing pilar. Masing-masing pilar mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk saling kerjasama dan saling bantu tanpa merugikan salah satu fihak.
Mengapa koperasi Indonesia sulit maju? Ilmu ekonomi ternyata tidak meningkatkan “kecintaan” para ekonom pada bangun perusahaan koperasi yang menonjolkan asas kekeluargaan, karena sejak awal model-modelnya adalah model persaingan sempurna, bukan kerjasama sempurna. Ajaran ilmu ekonomi Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui persaingan sempurna. Inilah awal “ideologi” ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman, bapak ilmu sosiologi ekonomi. Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awal Adam Smith (Theory of Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons di Universitas Wisconsin (1910).
Koperasi yang merupakan ajaran ekonomi kelembagaan ala John Commons mengutamakan keanggotaan yang tidak berdasarkan kekuatan modal tetapi berdasar pemilikan usaha betapapun kecilnya. Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan modal. Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan benar-benar partisipatif.
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45 merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara. Pada dasarnya rakyat Indonesia memang bukan “homo ekonomikus” melainkan lebih bersifat “homo societas”, lebih mementingkan hubungan antar manusia ketimbang kepentingan materi/ekonomi (Jawa: Tuna sathak bathi sanak), contoh : membangun rumah penduduk dengan sistim gotong-royong (sambatan). Akibatnya di dalam sistem ekonomi liberal orang asli Indonesia menjadi termarginalkan tidak ikut dalam gerak operasional mainstream sistem ekonomi liberal yang menguasai sumber kesejahteraan ekonomi sehingga sampai kapanpun rakyat Indonesia tidak akan mengenyam kesejahteraan.
Untuk itu di tengah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi saat ini, tulisan ini berusaha mengingatkan kembali kepada para ekonom untuk jangan terlena dengan ajaran ekonomi barat yang jelas-jelas tidak cocok diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan prinsip hidup gotong-royong yang selama ini mengakar di negeri ini. Sah-sah saja ajaran-ajaran ekonomi barat diajarkan di bangku-bangku kuliah di semua perguruan tinggi negeri ini, namun ajaran-ajaran itu harus disertai dengan peringatan tentang berbahanya sistem itu jika diadopsi sepenuhnya oleh Indonesia. Pengajaran itu sebaiknya juga harus diimbangi dengan pengajaran sistem ekonomi pancasila yang berbasiskan koperasi kepada para mahasiswa. Agar nantinya lahir ekonom-ekonomi Indonesia yang betul-betul membawa ajaran ekonomi Indonesia bukannya ajaran ekonomi barat yang di Indonesiakan.
Sementara itu, mengharapkan peran koperasi tanpa adanya dukungan dari pemerintah merupakan sesuatu hal yang mustahil dilakukan. Untuk itu, ditengah peringatan hari koperasi ini penulis menghimbau kepada pemerintah agar jangan terlalu terlena dengan dorongan dunia barat yang begitu mengagungkan penumpukan modal bukannya perbaikan moral dan kelembagaan. Tanpa moral dan sistem kelembagaan yang baik, maka modal yang bertumpuk tersebut cuma akan lari ke kantong-kantong sebagian kecil orang-orang terkaya saja. Sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, akan terabaikan.
Tidak lupa juga penulis ingatkan kepada para pengurus koperasi yang sudah berdiri saat ini untuk selalu menjunjung azas transparansi dan mengutamakan kesejahteraan anggota bukannya kesejahteraan pengurus saja. Cukup miris kita mendengarkan belakangan ini banyak pengurus koperasi yang menggelapkan uang iuran anggotanya atau melakukan praktek-praktek bisnis yang menguntungkan pengurus alih-alih menguntungkan anggota. Jangan jadikan koperasi perusahaan rentenir yang membebani anggota dengan bunga yang mencekik ketika harus meminjam uang ke koperasi. Jangan pula hanya mendirikan koperasi hanya untuk mengharapkan bantuan modal dari pemerintah (baca:koperasi papan nama). Akhirnya, di hari koperasi ini penulis mengucapkan selamat berjaya koperasi. Walaupun itu berada dalam kondisi dan situasi lingkungan yang tidak mendukung, penulis yakin cita-cita yang sudah ditanamkan leluhur bangsa ini sejak dulu merupakan cita-cita mulia untuk kesejahteraan bangsa ini. Bravo koperasi.
Batam, 23 Juni 2006Label: Opini |
posted by rafkirasyid @ 09.13   |
|
|
|
BERPOLITIK YANG BERETIKA |
(Tanggapan Atas Sikap Tidak Etis Anggota DPRD Batam Terhadap Walikota Batam) OLEH: RAFKI RS, SE. MM
Dengan tidak bermaksud menyentuh substansi perdebatan antara legislatif dan eksekutif masalah kenaikkan tarif PPJ, tulisan ini hanya bermaksud sedikit menawarkan pemikiran sederhana akan pentingnya etika dalam berpolitik.
Publik dibuat terkaget-kaget tatkala disuguhi beberapa kali tontonan ala preman di gedung DPR RI, melalui aksi saling tonjok dan aksi saling merendahkan martabat orang lain diantara beberapa anggota DPR yang terhormat. Masih jelas diingatan kita kala dulu Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh pernah dikatakan sebagai “Ustadz di kampung Maling”.
Nampaknya perilaku anggota dewan di pusat ini, mulai menular ke anggota DPRD di daerah. Baru beberapa hari yang lalu dalam sebuah sidang resmi seorang walikota yang notabene adalah pucuk pemerintahan di kota ini disarankan mesti “cukur kumis” dan bahkan kabarnya sempat juga keluar kata-kata “banci” dalam sidang yang terhormat itu. Sampai tulisan ini dibuat masalah “kumis Pak Wali” ini masih jadi perbincangan hangat di masyarakat.
Ini merupakan drama yang tidak elok yang ditampilkan oleh anggota dewan yang ditahbiskan sebagai kumpulan orang-orang terhormat tersebut. Adakah ini terkait dengan problem etika yang tengah menuju titik nadir? Di samping kalimat sarkastik dari salah seorang anggota dewan itu, apa sebetulnya yang memantik ucapan miring tersebut? Seterusnya adakah ini akan mendelegitimasi peran strategis DPRD di hadapan rakyat? Pertanyaan-pertanyaan ini terus bermunculan di kepala penulis, dan mungkin juga dibenak sebagian besar masyarakat.
Dalam praktik politik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apapun meskipun bertentangan dengan pandangan umum.
Karena itulah, di samping aturan legal formal berupa konstitusi, politik berikut praktiknya perlu pula dibatasi dengan etika. Etika politik digunakan membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi.
Etika politik yang bersifat sangat umum dan dibangun melalui karakteristik masyarakat bersangkutan amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Jadi etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral.
Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat kendor, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Akibatnya ada dua hal: pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik setempat.
Untuk memaafkan fenomena tersebut, lalu berkembang budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah. Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral sebagaimana diajarkan secara baik oleh kapitalisme. Buktinya, ketika semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si penjabatnya. Itulah mengapa para kritisi dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang langgang menuju ke arah ”jual beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Etika, atau filsafat moral (Teichman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik, dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak. Standar baik dalam konteks politik bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan yang sangat pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri serba ”reformasi” ini.
Di sisi lain nasionalisme kita berubah menjadi ”kebangsaan uang”. Tidak terlalu digubris bahwa nasionalisme kita hanya akan berkembang dengan subur di alam demokrasi ini bila Pancasila dijadikan acuan dalam etika politik. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Ini merupakan prasyarat mendasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan politik demokratis yang berbasis etika dan moralitas. Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini semakin kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan karena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik. Publik hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka. Artinya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik terajari agar menerapkan orientasi hidup untuk mencari gampangnya saja. Keadaban kita sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui dirinya.
Oleh karena itu, buat penulis kelewat arogan, kalau atas nama fungsi kontrol, segala hal termasuk menyindir dan mengumpat dilontarkan anggota dewan. DPRD sebagai lembaga politik yang makin adikuasa pascaamendemen UUD 1945, tak boleh memerankan dirinya sebagai lembaga yang sulit diajak bekerjasama. Pemerintah adalah partner belaka dan bukannya lawan yang harus "dilibas" setiap kali berlangsung rapat kerja DPRD dan pemerintah. Lawrence Kohlberg (tokoh penting pendidikan moral) mengingatkan kita bahwa perkembangan moral seseorang itu pada dasarnya berpusat pada ranah kognitif, sementara moralitas umumnya lebih bersifat interaksional. Sebagian kita barangkali memiliki persepsi moral tinggi (kognitif), namun kalau itu tidak diasah dalam lapangan praktis --lewat interaksi dengan sesama manusia-- mungkin saja potensi moral tinggi yang dimilikinya tidak akan berkembang.
Di lapangan praktislah empati seseorang akan berkembang sehingga tidak membentuk pribadi yang selalu merasa menang sendiri. Setelah “kericuhan” ini, kita berharap hubungan DPRD dan pemerintah dapat keluar cekaman emosi dari masing-masing pihak. Masih banyak agenda lain yang menunggu uluran tangan dan sumbang pemikiran dari Bapak-Bapak kita di DPRD. Janganlah lagi kepercayaan rakyat yang sudah terlanjur erosi semakin di lunturkan lagi dengan adanya permasalahan ini. Cobalah kembali merajut kepercayaan rakyat yang terlanjur tererosi tersebut. Minimal, dengan menampilkan panggung politik yang penuh etika dan menjunjung tinggi kehormatan dan moral.
Batam, 30 November 2007Label: Opini |
posted by rafkirasyid @ 00.47   |
|
|
Jumat, 28 Desember 2007 |
TANTANGAN KEWIRAUSAHAAN |
OLEH: RAFKI RS, SE. MM
Wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan sebuah bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya. Dari ulasan definisi tersebut kita bisa mengidentifikasi profil dari seorang wirausahawan itu, yaitu:
1. Menyukai Tanggung Jawab Wirausahawan merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan tempat mereka terlibat.
2. Lebih menyukai resiko menengah Wirausahawan bukanlah pengambil resiko liar, melainkan seorang yang mengambil resiko yang diperhitungkan. Wirausahawan melihat sebuah bisnis dengan pemahaman resiko pribadinya.
3. Keyakinan atas kemampuan untuk berhasil Wirausahawan umumnya memiliki banyak keyakinan atas kemampuan untuk berhasil. Mereka cenderung optimis terhadap peluang keberhasilan dan optimisme mereka biasanya berdasarkan kenyataan.
4. Hasrat untuk mendapatkan umpan balik langsung Wirausahawan ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja dan terus menerus mencari pengukuhan.
5. Tingkat energi yang tinggi Wirausahawan lebih energik dibandingkan orang kebanyakkan. Energi ini merupakan faktor penentu mengingat luar biasanya bisnis yang diperlukan untuk mendirikan suatu perusahaan.
6. Orientasi ke depan Wirausahawan memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang dikerjakan besok.
7. Keterampilan Mengorganisasi Membangun sebuah perusahaan “dari nol” dapat dibayangkan seperti menghubungkan potongan-potongan sebuah gambar besar. Para wirausahawan mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausahawan untuk mengubah pandangan ke depan menjadi kenyataan.
8. Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang. Salah satu kesalahmengertian yang paling umum mengenai wirausahawan adalah anggapan bahwa mereka sepenuhnya terdorong oleh keinginan menghasilkan uang. Sebaliknya, prestasi tampak sebagai motivasi utama wirausahawan; uang hanyalah cara untuk “menghitung skor” pencapaian sasaran atau simbol prestasi.
Mengapa Usaha Kecil Sering Gagal? Menelaah sebab-sebab kegagalan bisnis kecil mungkin dapat membantu kita menghindari masalah tersebut. Diantara kegagalan utama yang mungkin, dapat penulis utarakan sebagai berikut.:
1. Ketidakmampuan Manajemen Dalam kebanyakan UKMK, kurangnya pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusan merupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemiliknya kurang mempunyai jiwa kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat bisnisnya berjalan.
2. Kurang Pengalaman Idealnya, calon wirausahawan harus memiliki keterampilan teknis yang memadai (pengalaman kerja mengenai pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep yang mencukupi); kemampuan memvisualisasi, mengkoordinasi, dan mengintegrasikan berbagai kegiatan bisnis menjadi keseluruhan yang sinergis.
3. Lemahnya Kendali Keuangan Dalam hal ini ada dua kelemahan mendasar yang perlu digarisbawahi, yaitu: kekurangan modal dan kelemahan dalam kebijakkan kredit terhadap pelanggan. Banyak wirausahawan membuat kesalahan pada awal bisnis dengan hanya “modal dengkul,” yang merupakan kesalahan fatal. Wirausahawan cenderung sangat optimis dan sering salah menilai uang yang dibutuhkan untuk masuk ke dalam bisnis. Sebagai akibatnya, mereka memulai usaha dengan modal yang terlalu sedikit dan tampaknya permodalan yang memadai tidak akan pernah tercapai mengingat perusahaan mereka memerlukan semakin banyak uang untuk mendanai pertumbuhannya. Selain itu, tekanan terhadap UKMK untuk menjual secara kredit sangat kuat. Dimana, beberapa manajer melihat peluang untuk mendapatkan keunggulan persaingan terhadap pesaingnya dengan cara menawarkan penjualan kredit. Apapun kasusnya, pemilik bisnis kecil harus mengendalikan penjualan kredit secara hati-hati karena kegagalan mengendalikannya dapat menghancurkan kesehatan keuangan bisnis kecil.
4. Gagal Mengembangkan Perencanaan Strategis. Terlalu banyak wirausahawan yang mengabaikan proses perencanaan strategis, karena mereka mengira hal tersebut hanya bermanfaat untuk perusahaan besar saja. Namun, kegagalan perencanaan biasanya mengakibatkan kegagalan dalam bertahan hidup dan ini berlaku untuk keduanya usaha besar maupun usaha kecil. Sebab, tanpa suatu strategi yang didefinisikan dengan jelas, sebuah bisnis tidak memiliki dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing di pasar.
5. Pertumbuhan Tak Terkendali Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah, sehat, dan didambakan oleh semua perusahaan, tetapi pertumbuhan haruslah terencana dan terkendali. Pakar manajemen Peter Drucker menyatakan bahwa perusahaan yang baru berdiri dapat diperkirakan mengalami pertumbuhan terlalu pesat dibandingkan dengan basis modal mereka apabila penjualan meningkat 40 sampai 50 persen. Idealnya, perkembangan harus didanai dari laba ditahan atau dari tambahan modal pemiliknya, tetapi sebagian besar bisnis mengambil pinjaman paling tidak untuk sebagian investasi modalnya.
6. Lokasi yang buruk Untuk bisnis apapun, pemilihan lokasi yang tepat untuk sebagian merupakan suatu seni – dan untuk sebagian lagi ilmu. Sangat sering, lokasi bisnis dipilih tanpa penelitian, pengamatan, dan perencanaan yang layak. Beberapa wirausahawan memilih lokasi hanya karena ada tempat kosong. Akibat ketidaktepanan lokasi ini, penjualan tidak berkembang dan bisnis tersebut terancam gagal.
7. Pengendalian Persediaan yang Tidak Baik Umumnya, investasi terbesar yang harus dilakukan manajer bisnis kecil adalah dalam persediaan, namun pengendalian persediaan adalah salah satu tanggung jawab manajerial yang paling sering diabaikan. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok, yang akhirnya mengakibatkan pelanggan kecewa dan pergi.
8. Ketidakmampuan Membuat Transisi Kewirausahaan. Berhasil melewati “tahap awal kewirausahan” bukanlah jaminan keberhasilan bisnis. Setelah berdiri, pertumbuhan biasanya memerlukan perubahan gaya manajemen yang secar drastis berbeda. Kemampuan-kemampuan yang tadinya membuat seorang wirausahawan berhasil seringkali mengakibatkan ketidakefektifan manajerial. Pertumbuhan mengharuskan wirausahawan untuk mendelegasikan wewenang dan melepaskan kegiatan pengendalian sehari-hari – sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh banyak wirausahwan.
Oleh karena itu, penulis mengidentifikasi dan berusaha mengumpulkan beberapa tips untuk keberhasilan para wirausawan ini dan menghindari kegagalan. Tips tersebut antara lain: 1. Kenali Usaha Secara Mendalam.
2. Kembangkan Rencana bisnis yang Matang.
3. Kelolalah Sumber Daya keuangan Dengan Baik.
4. Pahamilah Laporan Keuangan.
5. Belajarlah Mengelola Manusia Secara Efektif.
6. Ingatlah bahwa bisnis membutuhkan kondisi tubuh yang fit. Jagalah selalu kondisi fisik dan mental agar selalu siap menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh menjalankan bisnis kecil.
Batam, 24 Desember 2007Label: Opini |
posted by rafkirasyid @ 23.45   |
|
|
|
About Me |

Name: rafkirasyid
Home: Batam, Kepulauan Riau, Indonesia
About Me: Rafki Rasyid merupakan dosen di beberapa perguruan tinggi di Batam. Saat ini beliau aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan partai politik. Parpol yang dipilihnya adalah Partai Amanat Nasional. Selain aktif mengajar dan organisasi, beliau juga aktif menulis di berbagai media masa.
See my complete profile
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Links |
|
Presented By |
|
|