Minggu, 17 Februari 2008 |
Erosi Nasionalisme dan Godaan Malaysia |
KETIKA jutaan manusia Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia mencari pekerjaan, banyak yang berbangga, terutama pemerintah, bahwa mereka adalah pahlawan devisa. Namun, ketika banyak warga Indonesia direkrut menjadi milisi pada Tentara Diraja Malaysia untuk dipekerjakan di pos-pos perbatasan dengan Indonesia, masihkah kita berbangga hati?
Tidak. Itulah bukti bahwa telah terjadi erosi nasionalisme yang parah. Demi uang anak-anak negeri rela mengorbankan harga diri, tidak cuma harga diri individu, tetapi harga diri bangsa.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengungkap sesuatu yang mengejutkan. Tentara Diraja Malaysia merekrut pemuda-pemuda Indonesia, terutama yang berasal dari daerah-daerah perbatasan di Kalimantan, untuk menjadi milisi. Jumlahnya belum dipastikan. Bisa puluhan, bisa ratusan, bisa juga telah mencapai ribuan.
Dalam kunjungan kerja Komisi I DPR ke Provinsi Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu, soal ini terungkap dalam paparan Pangdam VI/Tanjungpura. Milisi-milisi yang masih berkewarganegaraan Indonesia itu mengenakan seragam militer Malaysia dan bergabung dalam satuan yang disebut Askar Wataniah. Diperkirakan, Malaysia mengerahkan dua brigade (sekitar 20 ribu personel) untuk menjaga perbatasan dengan Indonesia di Kalimantan.
Kalau sudah begitu, persoalan tidak boleh dilihat secara sederhana. Tidak bisa dijawab dengan argumen gampangan bahwa anak-anak Indonesia itu mencari pekerjaan di Malaysia karena alasan ekonomi semata, seperti jutaan TKI dan TKW yang berjubel di negeri jiran itu.
Mempekerjakan milisi asal Indonesia oleh Malaysia memiliki konsekuensi luas dan krusial. Tidak semata suka atau tidak suka terhadap upaya menjadikan anak-anak Indonesia menjadi tentara bayaran yang bekerja untuk negara lain, seperti Gurkha yang direkrut dari orang-orang Nepal.
Namun, yang lebih fundamental dari persoalan itu adalah ancaman nyata pada kedaulatan, terutama bagi kepentingan Indonesia di perbatasan.
Tidak menjadi rahasia lagi bahwa garis batas antara Malaysia dan Indonesia di Kalimantan bergeser setiap tahun. Modusnya juga tidak baru. Melalui perusahaan-perusahaan yang diberi hak pengusahaan hutan di sepanjang perbatasan, mereka, perusahaan-perusahaan Malaysia itu, membabat hutan di wilayah Indonesia yang tidak terkontrol. Modus itu juga yang menyebabkan pembalakan liar di Kalimantan tidak bisa diperangi. Dan, aparat kepolisian Indonesia tahu betul bahwa cukong-cukong pembalakan liar sebagian besar adalah warga Malaysia.
Bila warga Indonesia diberi hak memakai seragam tentara Malaysia untuk menjaga perbatasan, bisa dibayangkan potensi ancaman di kemudian hari. Sebagai tentara mereka dididik soal provokasi, soal merakit bom, dan kemampuan tempur lainnya.
Malaysia mungkin saja tidak memiliki ambisi wilayah dengan langkah itu. Namun, sebagai negara yang bersahabat dan serumpun sekalipun, potensi-potensi ancaman kedaulatan harus dikaji secara cermat dalam situasi apa pun.
Indonesia harus segera mengubah paradigma melihat perbatasan. Berbeda dengan Malaysia yang memperlakukan perbatasan sebagai daerah strategis, Indonesia sampai hari ini memperlakukan perbatasan sebagai daerah terpencil. Itulah yang menyebabkan penduduk di perbatasan, terutama di Kalimantan, lebih merasa hidup dan kehidupannya adalah karunia dari Malaysia alih-alih dari Indonesia.
Karena itu, pilihannya tidak bisa lain kecuali membangun daerah perbatasan secara sungguh-sungguh. Misalnya membuka perkebunan sawit di sepanjang perbatasan yang didukung dengan Trans-Borneo, entah jalan darat, entah kereta api. Dan, pembangunannya adalah integrasi konsep ekonomi dan pertahanan.
Sumber: Media IndonesiaLabel: Umum |
posted by rafkirasyid @ 09.19 |
|
|
|
About Me |
Name: rafkirasyid
Home: Batam, Kepulauan Riau, Indonesia
About Me: Rafki Rasyid merupakan dosen di beberapa perguruan tinggi di Batam. Saat ini beliau aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan partai politik. Parpol yang dipilihnya adalah Partai Amanat Nasional. Selain aktif mengajar dan organisasi, beliau juga aktif menulis di berbagai media masa.
See my complete profile
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Links |
|
Presented By |
|
|