Sabtu, 09 Februari 2008
Matinya Sportifitas

Sepak bola memang menjadi olah raga primadona di negeri ini. Setiap hari jutaan pasang mata di Indonesia mempelototi televisi untuk menonton pertandingan bola di liga-liga sepakbola eropa.

Namun, tampaknya kita belum pernah bisa belajar dari kompetisi yang diadakan oleh negara-negara Eropa tersebut. Baik dalam hal teknik bermain, profesionalitas, maupun etika dalam menonton sepak bola.

Lihatlah apa yang terjadi pada pertandingan-pertandingan liga Indonesia. Pertandingan sepak bola telah berubah menjadi ajang suporter untuk saling menghabisi. Puncaknya terjadi Rabu (6/2) malam, yang mengakibatkan matinya seorang pendukung Persija.

Kerusuhan bukan hanya terjadi di lapangan sepak bola atau di dalam stadion. Baku hantam meluas hingga di luar gelanggang olahraga.

Bahkan, warga yang tak punya urusan dengan sepak bola pun menjadi korban. Contohnya, suporter beramai-ramai menghentikan mobil warga dan memaksa meminta uang.

Begitulah, brutalisme telah menguasai ruang publik. Brutalisme dipertontonkan dengan gagah perkasa di muka umum. Tidak ada yang berani melawannya, tidak ada yang sanggup mencegahnya.

Bahkan, seorang polisi bintang dua, dengan jabatan terhormat Kepala Kepolisian Metropolitan Jaya, menyatakan menyerah. Ia tak sanggup mengamankan jalannya pertandingan final Sriwijaya FC melawan PSMS Medan, yang dijadwalkan berlangsung malam ini di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Menyerahnya Kapolda Jaya itu menunjukkan betapa seramnya tingkat brutalisme suporter. Kapolda Jaya belum pernah menyatakan menyerah terhadap penjahat. Tetapi kali ini dengan terus terang dan resmi menyatakan menolak pertandingan final itu diselenggarakan di wilayahnya.

Ditengah kekacauan seperti ini, para pecandu sepak bola di tanah air masih saja berharap banyak agar tim sepakbola kita berbicara banyak di pentas-pentas sepak bola dunia. Apakah mungkin? Rasany masih jauh panggan daripada api.

Sebaiknya sebelum menuntut macam-macam, para pecandu sepak bola tanah air mesti menuntut diri sendiri dulu agar bisa menjadi penonton yang profesional dan beretika. Profesional? Ya, menjadi penonton itu kan juga merupakan sebuah profesi. Kapan pemain kita bisa konsentrasi bermain dengan baik kalau diteriaki terus dan dilempari terus setiap bermain.

Marilah kita mencoba menjadi penonton dan pecandu serta supoterter yang baik dan beretika. Bravo sepak bola Indonesia.
posted by rafkirasyid @ 11.04  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
About Me


Name: rafkirasyid
Home: Batam, Kepulauan Riau, Indonesia
About Me: Rafki Rasyid merupakan dosen di beberapa perguruan tinggi di Batam. Saat ini beliau aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan partai politik. Parpol yang dipilihnya adalah Partai Amanat Nasional. Selain aktif mengajar dan organisasi, beliau juga aktif menulis di berbagai media masa.
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Presented By
Rafki Rasyid